Ada Yang Asik - Cerita Sex Dewasa Asik - Sepupuku Hot Banget - Satu hari aku jajan di satu mal sama sodara sepupuku, orangnya si cantik, chubby dan tonjolan dibadannya lebi nampak nyata dari yang ada di badanku. Hari itu kami berdua hanya pake tenk top ketat dan aku berhins ketat sedang dia pake jins 3/4 yang juga ketat, sehingga banyak cowok2 menyusuri bodi sodara sepupuku dari rambut ampe ke kaki. Dia si seneng banget jadi pusat perhatian banyak lelaki yang makan di foodcourt mall.
Deket mejaku ada seorang lelaki, yang pasti bukan abege dan belon om2, kutaksir umurnya 30an, ganteng, kumisan dan atletis badannya, tipeku bangetz. Sodaraku berbisik, "Nez tu ada cowok keren banget". "Mana", tanyaku. "Seblah kanan rada kedepan, dia lagi ngliatin kita". Aku menatap kearah yang ditunjukkan Santi, sodaraku itu. Si abang, sebut ja demikian, juga lagi menatap kearah kami, tatapanku amprokan dengan tatapan matanya, dia ngangguk, akupun ngangguk dan senyum. "Ganteng banget San". "Iya, aku suka banget ngeliat dia", Santipun menatap wajah si abang dan senyum, dibales senyum juga. Waktu Santi ke toliet, si abang nyamperin mejaku dan kenalan, dia nanya siapa yang bareng aku, aku bilang Santi, dia minta nomer hape Santi, wah rupanya matanya dah kelilipan bodinya Santi. aku kasi ja no hapeku, dan dia pamit duluan karena dah beres makannya. Ketika Santi balik dia kecewa karena si abang dah pergi. Aku bilang, "Di mal kan banyak lelaki ganteng yang bakalan kelilipan bodi kamu kan, satu pergi dateng seribu". "Bisa ja kamu Nez". Peristiwa itu berlalu begitu aja.
Sampe satu waktu d hapeku ada message, "San, ini aku yang ketemu di mal waktu itu, yang di foodcourt itu". "Wah dari si abang rupanya". "Wah abang, pa kabar, Santi tunggu2 kok gak da kabarnya, baru skarang ada kabar, sibuk banget ya bang". Aku nyaru jadi Santi aja. "Ketemuan lagi yuk San, berdua aja". "Dimana bang". "Di mal, di foodcourt ja, sore jam ... (dia menyebutkan waktunya), bisa kan". "Bisa bang". "aku pake (dia nyebutkan warna pakeannya)". Sampe di foodcourt, dia belon dateng, aku duduk di meja yang strategis yang pandangannya bisa kemana2, tak lama datenglah lelaki dengan pakean yang disebutkan tadi. aku bangun dan menyambutnya. "Santinya mana", tampak da kekecewaan diwajahnya, kok aku yang nongol. "Santi dadakan sakit perut bang, diare kayanya, makanya dia nyuru aku nemuin abang, takut abang kecewa". "O gitu ya, gak apa deh, kamu bisa nemenin aku". "Kalo gak bisa, Inez ya gak kemari lah bang". "Kita makan dulu yuk". "ayuk", jawabku. kita brosing makanan, pesen kesukaan masing2, ketika aku mo bayar makananku, si abang yang bayarin duluan.
“Lama juga ya cap cay-nya. Hhh!” keluhnya karena pesanannya gak dateng2 sedang pesananku udah. “Sabar saja bang, maklum malming gini pengunjungnya banyak”. Tidak berapa lama pesanannya datang. Dia menambahkan lada putih ke dalam capcaynya. Setelah itu dia masih minta cabe rawit beberapa butir pada pelayan. aku tersenyum kecil. “Biasanya orang yang kuat makan pedas nafsunya gede,” komentarku. dia hampir tersedak mendengar candaanku. Namun kemudian dia menguasai diri, dia minum air putih dan menjawab, “Kalau ada sambal atau cabe memang nafsu makan jadi kuat”. aku tertawa tertahan. Dia tersenyum sambil memandang deretan gigiku yang rapi dan gingsulku kelihatan. Dia membalas godaanku tadi,”Orang yang giginya gingsul kudengar juga gede nafsunya”. Gingsul itu gigi tarning yang letaknya lebi kedepan dari deretan gigi laennya, kaya bintang sinetron Chelsi olivia gitulah, ato bintang jepang banyakan juga gingsul. Aku gak mo kalah, "Kalo gitu abang pasti cewek dan ttm nya banyak". "Napa gitu". "Kan napsu makan dan napsu laennya gede". Dia tertawa. "sama dong, kamu pasti gak pena puas cuma ma 1 lelaki kan". Guyonan vulgar gitu mencairkan suasana, kami jadi lebi akrab, gak nampak kekecewaan diwajahnya karena yang dateng bukan santi. "Kok skarang malming Inez gak ma cowoknya, malah becanda ma aku". "Kan demi abang biar abang gak kecewa". "Gak tersalurkan ma cowoknya dong malem ini". "Panya yang disalurkan bang, sembako?" "he he, kura2 dalam perahu". "Mana ada kura2 disimpen di perahu bang", aku belaga pilon ja. "kan gingsul". "kok?" "iya kan kalo prempuan gingsul napsunya gede, trus malming gak ketemu cowoknya, jadi gak tersalurkan dong napsunya". "Kan ada abang", sengaja aku to the point ja menyatakan kalo aku suka ma dia, "cocok kan penggemar cabe ketemu ma gigi gingsul, sama2 napsu gede". tertawanya berderai. "Bisa aja kamu, mangnya kamu mau ma aku". "Bangetz, sejak pertama kali ketemu Inez dah suka liat abang, tipe inez bangetz". "Masak si". "iya, Inez tu seukanya lelaki dewasa kaya abang, macho". Aku makin to the point aja, "Palagi kalo napsunya gede, he he". Dia tertawa juga. "abang suka gak ma prempuan kaya Inez", aku uber dia terus. "Suka juga, kamu cantik, proporsional lagi bodinya". "Tapi kan gak semok kaya Santi bang". "iya Santi napsuin, kamu juga kok, imut tapi napsuin juga". Wah dia dah to the point juga. "Mau dong abang gantiin cowok Inez". "Hm gimana ya, gak enak lah nyrobot cewek orang laen". "Gak apa kok bang, cowok Inez juga klayapan tau kemana, makanya bisa ktemuan ma abang, semua ada hikmahnya". "Tadi bilangnya demi aku". "iya demi abang dan demikian", candaku. Dia tertawa lagi. "Kamu asik juga ya Nez orangnya". "asik apanya bang". "Ya asik diajak bertemen, gak tau asik gak diajak bercinta". "Wah, gawat". "Kok gawat si". "abang to the point jadi pengen neh Inez, hayo abang tanggung jawab lo". "Pengen paan". "pengen nonton", aku tertawa. "Yuk kita nonton, kamu beneran kan gak da cowoknya malem ini". aku menggangguk.
Dia menggandengku menuju ke cinema yang ada di mal, kami milih filmnya, "inez ikut abang ja deh nonton yang mana". Dia milih film percintaan. "biar jadi mood bercinta ya Nez". "abang mo bercinta ma Inez ya". "Kalo kamu mau". "Mau bang". Kami masuk ke gedung, bole milih tempat duduk bebas, dia milih yang agak disudut seblah atas, ternyata setelah filmnya maen, yang nonton gak banyak, jadi kami terpisah dari pnonton yang laen. "Inez sering ya bercinta ma cowoknya". Aku cuma ngangguk. "Dimana maennya". "ditempat kok Inez, kadan dirumah dia kalo sepi, kadang di motel kalo pengen all nite". "Mangnya kalo allnite maennya brapa kali". "Kalo dah lama gak maen, dia bisa 4 kali bang". "wah lemes dong". "bangetz bang, tapi nikmatnya juga bangetz. abang kuat brapa kali maennya bang". "ya segitu itu". "Wah asik dong, bisa abis2an tu maennya ampe lemes". Dia memeluk pundaku, mukaku diarahkan kemukanya dan dengan lembut dia mencium bibirku. Lidahnya segera menerobos mulutku dan membelit lidahku. Sementara lidah kami saling bergelut, tangannya milai mengelus2 toketku. "Kecil ya bang", kataku setelah bibirnya melepas bibirku, dia meremes toketku sambil mencium telingaku, sampe aku menggelinjang. "Segini mah gak kecil, proporsioanl, jadi gemes ni". "Kalo gemes ya ditemes2 trus ja bang". "Kamu enak ya diremes gini". "Suka ja bang". Dia mencium bibirku lagi. Dia memegang tanganku dan meletakkannya diselangkangannya. terasa ada sesuatu yang keras banget dibalik clananya. "Bang ngacengnya keras banget, cabenya dah kerja ya". Dia gak menjawab malah meremas2 toketku lagi. aku elus2 tonjolan keras diselangkangannya. "diremes dong Nez". Aku meremes sebisanya, terasa besar tonjolan itu. "Abang punya besar ya". "besaran mana ma punya cowok kamu". "besaran abang punya deh". "Mo ngrasain?" "Bangetz bang". Dia mengelus selangkanganku, aku mengangkangkan pahaku, gak bisa lebar2 karena terhalang kursi, aku duduk rada selonjor, biar pahaku bisa lebi lebar ngangkangnya. Memekku jadi gatel dielus kasar dari luar clanaku gitu. "dah basah ya Nez". Aku ngangguk, "Inez dah pengen bang". "Bener kan prempuan gingsul napsunya gede". "Abang..." lenguhku manja sambil merems tonjolan di slangakngannya dengan keras. Gak lama kemudian film usai, lampu menyala. Segera kami memisahkan diri, bangkit dari tempat duduk dan kluar beriringan dengan penonton laen.
“aku anterin pulang ya, ujan lagi". Saat itu ujan deres. "Kamu tinggal dimana". "Di kos bang". "Gak bebas dong". "bebas kok, Inez tinggal sendiri". "Mahal tu". "Kan dibayarin cowok Inez bang". Kami berlari-lari di pelataran parkir menuju ke mobilnya. Dia membuka pintu depan sebelah kiri setelah mematikan alarm mobilnya, aku masuk dan diapun segera masuk, baju kami basah karena hujan yang deres gitu. "Dingin ya Nez, gak usah pasang Ac deh ya". "ya bang". "Ntar pilek lagi". Tempat kos ku kebetluan gak jauh dari mal, sehingga kami gak lama di mobilnya. Mobilnya parkir persis didepan kamar kosku, segera aku membuka pintu mobil dan berlari menembus ujan ke depan kamarku, diapun menyusul. "Basah semuanya bang, ntar dikeringin deh pake hair dryer". "Kamar kamu gede banget Nez, ada ruang tamunya lagi". Memang kamar kosku lumayan gede, furnitur lengkap, pake Ac lagi, bayarannya juga lumayan mahal, gak peduli aku toh cowokku yang bayarin semuanya. Ada ruang tamu merangkap ruang makan dan pantri, dan kamar tidur + kamar mandinya. Aku segera mengambil handuk dan hair dryer untu si abang, aku pun masuk ke kamar mandi, melepaskan semua yang menempel dibadanku dan menggantinya dengan kaus dan celana pendek longgar. aku melap rambutku yang basah dan kukeringkan dengan hiar dryer satu lagi biar gak pusing.
Aku keluar dari kamar sambil membawa kaosku yang paling gede ukurannya, dia duduk di sofa sambil melap rambutnya yang basah, "Kok gak di hairdryer bang". "Gak usah, pake anduk ja cukup kok". "Bajunya basah semuanya tu bang. Ganti ma kaos Inez ja ya, iar gak masuk angin, gak tau cukup gak. Kalo celena pendek gak da yang ukuran abang". Dia melepas bajunya didepanku, aku suka banget melihat dadana yang bidang, samar keliatan muali terbentuk sixpack diperutnya. "Wah abang sering fitness ya, ada sixpacknya gitu, sexy banget deh bang". Baeknya bajuku muat walaupun rada ketat untuknya. "celananya basah bang, dilepas ja, pake daleman kan". Dia senyum dan beneran melepas celananya. Tampak tonjolan besar di selangkangannya yang sekarang cuma tertutup cd. Dia memperhatikan toketku yang tetap terlihat membusung di balik kaus longgarku. “Minumannya sebentar lagi ya. Airnya lagi dimasak. Termosnya pas kosong. Mau minum apa bang?” Dia terkejut, kelamaan memperhatikan toketku. “Ahh.. E.. E. Eeh. Susu.. Eh.. Teh susu,” sambil tergagap kata-katanya keluar begitu saja. Namun disaat terakhir dia masih tetap bisa menguasai dirinya. “Teh saja atau kopi. Susunya habis. Sorry,” aku tersenyum melihatnya terbata-bata kemudian menuju ke pantri menyiapkan segelas teh panas. Aku duduk di depannya. Dia menyeruput tehnya yang masi panas. "Manis gak bang". "manis, kaya yang buat". Aku mencibirkan bibirku. “Jadi gak kita mau adu kekuatan cabe dengan gingsul?” tanyanya dengan bergurau.
Aku segera pindah kesebelahnya di sofa dan merapatkan kepalaku di dadanya. Diciumnya pipiku dan aku mulai membuka kancing bajunya. “Di kamar Inez aja yuk bang”. "Dah gak nahan ya gingsulnya". Aku memejamkan mata. bibirnya kembali memagut bibirku yang merekah. Lidahnya menerobos lagi ke mulutku dan menggelitik lidahku. Aku menggeliat dan membalas ciumannya dengan meliukkan lidahku yang langsung dihisapnya. Tangannya mulai menari di atas dadaku. Diremasnya toketku yang sudah mengeras. Jarinya terus menjalar mulai dari dada, perut terus ke bawah hingga pangkal pahanya, masi dari luar pakeanku. Aku makin menggeliat kegelian. Lidahnya sudah beraksi di lubang telingaku dan giginya menggigit daun telingaku. Pelukan dilepas dan dia bergerak berputar ke belakangku. Tangannya mendekap dadaku. Rambutku diciumnya. Mulutnya menggigit tengkukku. Badanku mulai menghangat. Bibir dan hidungnya makin lancar menyelusuri kepala dan leherku. Aku makin menggelinjang apalagi waktu tangannya meremas toketku yang masih tertutup baju kaus itu dari belakang. Diletakkannya mukanya dibahuku dan disapukan napasnya di telingaku. Aku menjerit kecil menahan geli tapi malah menikmati.
Aku dipeluknya dari belakang, kami berdiri sambil pelukan dan berjalan beriringan ke arah kamarku. Tanganku ke belakang dan meremas isi cdnya yang mulai memberontak. Setelah masuk ke dalam kamar dilepaskannya pelukannya. Aku mematikan lampu besar dan mengantinya dengan lampu tidur. ranjang yang besar telah menanti kami. Dia merendahkan badan dan mulai mencium dan menggigit pinggulku. Aku mendongakkan kepala dan berdesis lirih. Dia dibelakangku berlutut dengan meneruskan aksi tangannya ke betisku, sementara bibirnya masih bergerilya di lipatan lutut belakangku. Aku merentangkan kedua kakiku dan bergetar meliuk-liuk. Diciumnya pahaku dan diberikan gigitan kecil. Aku makin meliukkan badannya, napasku mulai memburu. Pada saat aku sedang menggeliat, dihentikannya ciumannya di lututku dan dia berdiri di hadapanku. Diusapnya pantat dan pinggulku. Kembali aku berdesis pelan. Dengan cepat langsung disapukannya bibirnya ke leherku dan ditarik pelan-pelan ke bawah sambil menciumi dan menjilati leher mulusku. Aku semakin merepatkan tubuhku ke dadanya. Dengan sebuah tarikan pelan aku melepas kaosnya. Kuusap-usapnya dadanya dan kemudian pentilnya kumainkan dengan jari. Diciumnya bibirku, aku membalas dengan lembut. Lumatannya mulai berubah menjadi lumatan ganas. Ia melepaskan ciumannya.
Dia menyingkapkan kausku. Aku mengangkat kedua tanganku. Dengan mudah dibukanya kaosku. Kini tangannya membuka celana pendekku. Kini kami tinggal mengenalan pakaian dalam saja. Bra dan celana dalamku berwarna krem berpadu dengan kulitnya yang sawo matang. Braku memang tidak penuh menutupi toketku sehingga dapat terlihat lingkaran kemerahan di sekitar pentilku. Cdku dari bahan sutra transparan sehingga padang rumput di bawah perutku terihat membayang. “Eehhngng, ..” aku mendesah ketika leherku dijilatinya. Kulihat ia melirik bayangan kami di cermin dilemari yang besar. Dia mendorongku ke ranjang dan menindih tubuhku. Tangannya bergerak punggungku membuka pengait braku. Disusurinya bahuku dan dilepasnya tali braku bergantian. Toketku yang imut dan kencang dihiasi pentil berwarna coklat kemerahan dan sangat keras. Digesek-gesekkannya dadanya ke pentilku. Bibirnya yang agak tebal dengan lincah menyusuri wajah, bibir dan leherku. Dia mendorong lidahnya jauh ke dalam rongga mulutku kemudian memainkan lidahku dengan menggelitik dan memilinnya. Aku hanya sekedar mengimbangi. Sesekali gantian lidahku yang mendorong lidahnya. Tangan kanannya memilin pentilku serta meremas toketku.
Aku menggeserkan tubuhku ke arah bagian atas tubuhnyasehingga toketku tepat berada di depan mukanya. Segera dilumat nya toketku dengan mulutnya. Pentilku diisap pelan dan dijilati. “Aaacchh, Ayo bang.. Lagi.. Teruskan”. aku mulai melenguh keenakan. Kontolnya terasa semakin mengeras. Disedotnya toketku sehingga semuanya masuk ke dalam mulutnya, dihisap pelan namun dalam, pentilku dijilat dan dimainkan dengan lidahnya. Dadaku bergerak kembang kempis dengan cepat, detak jantungku juga meningkat, pertanda nafsuku mulai naik. Tanganku menyusup di balik cdnya, kemudian mengelus, meremas dan mengocoknya dengan lembut. Pantatnya dinaikkan dan dengan sekali tarikan, maka cdnya sudah terlepas. Kini dia sudah dalam keadaan polos tanpa selembar benang. Bibirnya mengarah ke leherku, mengecup, menjilatinya kemudian menggigit daun telingaku. Napasnya dihembuskannya ke dalam lubang telingaku. Kini dia mulai menjilati pentilku. Aku semakin terbuai. Kugigit bibir bawahku untuk menahan rangsangan ini. Kupegang pinggangnya erat-erat.
Tangannya kemudian bergerak membuka cdku dan melemparkannya begitu saja. Jembutku tidaklah lebat dan kupotong pendek. Sementara ibu jarinya mengusap dan membuka bibirmemekku, maka jari tengahnya masuk sekitar satu ruas ke dalam lubang memekku . Diuusap dan ditekannya bagian depan dinding memekku dan jarinya sudah menemukan sebuah tonjolan daging seperti kacang. Setiapkali dia memberikan tekanan dan kemudian mengusapnya aku mendesis, “Huuhh.. Aaauhh.. Engngnggnghhk”. Ia melepaskan tangannya dari selangkanganku. Tanganku kembali diarahkan ke kontolnya, bibirku terus menyusuri perutnya, semakin ke bawah. Aku memandang sebentar kepala kontolnya yang lebih besar dari batangnya dan kemudian kukecup. Belum kukulum, hanya mengecup dan menggesekkan hidungku pada batang kontolnya dan dua buah bola yang menggantung di bawahnya. Dia hanya menahan napas setiap aku mengecupnya.
Aku kembali bergerak ke atas, tanganku masih memegang dan mengusap kontolnya yang telah berdiri tegak. Dia menggulingkan badannya sehingga berada di atasku. Kembali kami berciuman. toketku diremas dan pentilnya dipilin dengan jarinya sehingga aku mendesis perlahan dengan suara di dalam hidungnya. “SShh.. Ssshh.. Ngghh..” Perlahan lahan dia menurunkan pantatnya sambil memutar-mutarkannya. Kepala kontolnya kupegang, ,kemudian kugesek-gesekkan di mulut memekku. Terasa basah banget.
Aku mengarahkan kontolnya untuk masuk ke dalam memekku. Ketika sudah menyentuh lubang memekku, dia menekan pantatnya perlahan. tapi belum bisa masuk. Aku merenggangkan kedua pahaku dan pantat kuangkat sedikit. Kepala kontolnya sudah mulai menyusup di bibir memekku. Digesek-gesekkannya di bibir luarnya sampai terasa keras sekali dan ditekan lagi. Aku merintih dan memohon agar dia segera memasukkannya sampai amblas.
“Ayolah bang tekan.. Dorong sekarang. Ayo". Dia mencoba untuk memasukkannya lagi, masih dengan bantuan tangannya, dan Blleessh. setengah batang kontolnya sudah tertelan dalam memekku. “Ouhh.. bang,” desahku setengah berteriak. Dia bergerak naik turun. Kadang gerakan pantatnya dibuat naik turun dan memutar sambil menunggu posisi dan waktu yang tepat. Aku mengimbangi dengan gerakan memutar pada pinggulku. Ketika dirasakan gerakannya sudah lancar, maka dipercepat gerakannya. aku menggeleng dan menahan pantatnya, kemudian mengatur gerakan pantatnya dalam tempo sangat pelan. Untuk meningkatkan kenikmatan maka meskipun pelan namun setiap gerakan pantatnya selalu penuh dan bertenaga. Akibatnya maka keringatpun mulai menitik di pori-porinya. “Bang. Ouhh.. Nikmat.. Ooouuhh. Abang memang betul-betul perkasa” desisku sambil menciumi lehernya.
Kini kedua kaki kurapatkan dan dijepit dengan kedua kakinya. Kontolnya hampir-hampir tidak bisa bergerak dalam posisi ini. Tidak ada kontraksi otot memekku namun dia merasa memekku sangat sempit menjepit kontolnya. Dia menggulingkan badan lagi sampai aku menindihnya. Kakiku keluar dari jepitan kakinya dan kembali aku yang menjepit pahanya. Dalam posisi ini gerakan naik turunku menjadi bebas. Kembali dia dalam posisi pasif, hanya mengimbangi dengan gerakan melawan gerakan pinggul dan pantatku. Tanganku menekan dadanya. Dicium dan diremasnya toketku yang menggantung. Kepalaku terangkat dan tangannya menarik rambutku kebelakang sehingga kepalaku semakin terangkat. Setelah dia menjilat dan mengecup leherku, maka kepalaku turun kembali dan bibirku mencari-cari bibirnya. Dia menyambut mulutku dengan satu ciuman yang dalam dan lama.
Aku mengatur gerakanku dengan tempo pelan namun sangat intens. Pantat kuturunkan sampai menekan pahanya sehingga kontolnya terbenam dalam-dalam sampai kurasakan menyentuh dinding rahimku. Ketika kontolnya menyentuh rahimku, aku semakin menekan pantatku sehingga tubuh kamipun semakin merapat. Aku menegakkan tubuh sehingga dalam posisi duduk setengah jongkok di atas selangkangannya. Aku kemudian menggerakkan pantatku maju mundur sambil menekan kebawah sehingga kontolnya tertelan dan bergerak ke arah perutnya. Semakin lama-semakin cepat aku mengerakkan pantatku. “Ouhh.. Ssshh.. Akhh!” Desisankupun semakin sering. Aku dah hampir nyampe rasanya. Kontolnya dikeraskan dengan menahan napas dan mengencangkan otot antara biji peler dan anusnya seolah-olah menahan kencing. Aku kembali merebahkan tubuhku ke atas tubuhnya, mataku berkejap-kejap dan bola mataku memutih.
Gigiku menggigit bibir bawahku kuat-kuat. Akupun merasa tak tahan lagi dan, "Bang .. Sekarang say.. Hhhuuaahh!” aku memekik kecil. Pantatku menekan kuat sekali di atas pahanya. Dinding memekku berdenyut kuat menghisap kontolnya. Dia menahan tekanan pantatku dengan menaikkan pinggulnya. Bibirku menciuminya dengan pagutan-pagutan ganas dan diakhiri dengan gigitan pada dadanya. Dia memeluk tubuhku erat-erat dan ditekannya kepalaku di dadanya. Napasku yang bergemuruh kemudian disusul napas putus-putus dan setelah tarikan napas panjang aku terkulai lemas di atas tubuhnya. aku dah nyampe. Denyutan demi denyutan dari memekku kemudian melemah. Pejunya yang muncrat bebrarengan dengan klimaxku masuk dalam memekku sebagian tertumpah keluar lagi di atas pahanya. Aku berguling kesampingnya sambil tangan dan mukaku tetap berada di lehernya. Dia memberikan kecupan ringan pada bibirku, dan usapan pada pipiku.
“Terima kasih bang. Abang sungguh luar biasa. Perkasa dan romantis". Kami masih berpelukan sampai keringat kami mengering. Setelah mandi dan hendak mengenakan pakaian, aku menahan tangannya yang sudah memegang celana dalam. “Abang tidur disini saja malam ini. Inez.. masih..”, aku tersipu-sipu dan tidak melanjutkan perkataanku. Malam itu kami tidur dengan telanjang dan berpelukan ditutup selimut ditemani dengan suara rintikan hujan.
Aku tidak tahu sudah tidur berapa lama ketika kurasakan sebuah lengan melingkar di pinggangku. Aku membuka mata mengambil arloji di atas kepalaku dan melihat sebentar. “Hmm.. Baru jam satu, tidur lagi yuk!” kataku sambil memejamkan mata dan tangannya memelukku kembali. Diciumnya ketiakku dan digelitikin pinggangku. Aku menguap dan meregangkan badan. “Ooahh, abang emang..!” Tangannya menangkap tanganku. Didaratkan sebuah ciuman pada bibirku. Aku mengelak dan berdiri berjalan ke arah kulkas di dalam kamarku. Mengambil air putih, meminum dan mengangsurkannya kepadanya. Dia duduk, menyambut dan menghabiskan sisa air dalam gelas tadi. Aku masih berdiri dalam keadaan telanjang. Dia mengamat-amati tubuhku, "kamu sexy sekali nes kalo bugil gitu". "semua prempuan juga sexy kalo telbul bang". Aku duduk dipinggir ranjang, dia bangun dan memelukku. Bibirnya mendarat di bibirku. Kali ini ia menciumiku dengan ganasnya. Akupun membalas dengan tak kalah ganasnya. Dia meremas toketku dengan keras. Ia mendorongku dan beberapa saat kemudian kami sudah bergulingan di atas ranjang besar yang empuk. Dia menindih dan menjelajahi sekujur tubuhku. Aku menggeliat-geliat hebat dan mengerang. Dari dada, lidahnya pindah ke samping menyusuri pinggul dan pinggangku, ke arah perut dan pahaku. Aku meronta hebat penuh kenikmatan sewaktu tangannya memainkan pentilku. Tangannya ditempelkan di bibir memekku. “Baaang.. nikmat bangetz!” pekikku. Bibirku naik ke leherku lagi dan menjilatinya. Elusan tangannya pada pinggang membuat aku ia meronta kegelian. Dia menghentikan elusannya dan tangannya meremas lembut toketku dari pangkal kemudian ke arah pentil. Dimainkan jemarinya dari bagian bawah, melingkari gundukannya dengan usapan ringan kemudian menuju ke arah pentilku. Sampai batas pentil sebelum menyentuhnya, dia menghentikannya dan kembali mulai lagi dari bagian bawah.
Dia menggantikan jari dengan bibirnya, tetap dengan cara yang sama disusuri toketku tanpa berusaha mengenai pentilku. Kini aku bergerak tidak karuan. Semakin bergerak semakin bergoyang toketku dan membuat jilatannya makin ganas mengitari gundukan mulus itu. Setelah sebuah gigitan dia berikan di belahan toketku, bibirnya diarahkan ke pentilku, tapi dijilatnya dulu daerah sekitarnya yang berwarna merah sehingga membikin aku penasaran dan gemas. “Bang.. Jangan dimaenkan gitu dong.. Isep cepetan yang,” pintaku. Dia masih ingin mempermainkan gairahku dengan sekali jilatan halus di pentilku yang makin mengeras itu. Aku mendorong toketku ke mulutnya, sehingga pentilnya langsung masuk, dan mulailah dia kulum, digigit kecil serta dijilat bergantian. Tangannya berpindah dari pinggang ke memekku yang kini menjadi basah.
Jari tengah kirinya dimasukkan ke dalam memekku dan tidak lama sudah menekan apa yang dicarinya. Lumatan bibirnya di pentilku makin ganas. Aku berusaha mengulingkan badannya tetapi ditahannya. “Aaagh..”, aku memekik-mekik. Diciuminya lagi bibir dan leherku. Kontolnya makin membesar dan mengganjal di atas perutku. Diangkatnya pantatnya sedikit dan akupun mengerti apa yang harus kulakukan. Kukocok kontolnya sampai keras sekali dan kukangkangkan pahaku lebar-lebar. Diarahkannya kontolnya ke memekku dan “Masukin bang...Cepaat!,” pintaku sambil semakin melebarkan pahaku. Didorongnya kontolnya memasuki memekku, digerakkannya kontolnya pelan-pelan dan semakin lama semakin cepat. Memekku makin lembab, namun tidak sampai becek. Akulangsung mengerang hebat merasakan hunjaman kontolnya yang keras dan bertubi-tubi. Tanganku mencengkeram pinggulnya. Gerakan maju-mundurnya kuimbangi dengan memutar-mutarkan pinggulku, semakin lama gerakan kami semakin cepat. Aku semakin sering memekik dan mengerang. Tanganku kadang memukul-mukul punggungnya. Kepalaku mendongak ketika dia menarik rambutku dengan kasar dan kemudian dikecupnya leherku dan digigitnya bahuku.
Setelah beberapa lama aku minta untuk di atas. Dengan cepat kami berguling. Tak berapa lama kemudian kontolnya sudah terbenam di liang memekku. aku menaikturunkan pantatku dengan posisi jongkok. Aku seperti penunggang kuda yang sedang memacu kudanya dalam lembah kenikmatan mendaki menuju puncak. Tubuhku naik turun dengan cepat dan dia mengimbangi dengan putaran pinggulnya, sementara toketku yang tegak menantang diremas-remas dengan tangannya. Gerakan kami makin cepat, eranganku makin hebat. Dia duduk dan memeluk pinggangku. Kami berciuman dalam posisi aku duduk berhadapan di pangkuannya. Dia bebas mengeksplorasi tubuhku dengan tangan dan bibirnya.“Aaagghh.. bang..,” teriakku. Dia membalikkan tubuhku kebawah dan langsung digenjot dengan tempo tinggi dan menghentak-hentak. Nafas kami semakin memburu. Dia mengganti pola gerakan. Dia cabut kontolnya trus dimasukkan kembali setengahnya. Demikianlah dia lakukan berulang-ulang sampai beberapa hitungan dan kemudian dihempaskannya pantatnya dalam-dalam. Aku setengah terpejam sambil mulutku tidak henti-hentinya mengeluarkan desahan seperti orang yang kepedasan. Pinggulku tidak berhenti bergoyang dan berputar semakin menambah kenikmatan. Lubang memekku yang memang sempit ditambah dengan gerakan memutar dari pinggulku membuat dia semakin bernafsu. Ketika dihunjamkannya seluruh kontolnya ke dalam memekku, aku pun menjerit tertahan dan wajahku mendongak. Dia menurunkan tempo dengan membiarkan kontolnya tertanam di dalam memekku tanpa menggerakkannya. Dia mencoba memainkan otot kontolnya. Terasa kontolnya mendesak dinding memekku dan sedetik kemudian ketika dia melepaskan kontraksinya, kurasakan memekku meremas kontolnya. Demikian saling berganti-ganti. Permainan kami sudah berlangsung beberapa saat. Kedua kakiku diangkat dan ditumpangkan di pundaknya. Dengan setengah berdiri di atas lutut dia menggenjotku. Kakiku diusap dan diciumnya lipatan lututku. Aku mengerang dan merintih-rintih. Dia memberi isyarat kepadanya untuk menutup permainan ini. Akupun mengangguk.
Kamipun berpelukan dan bergerak liar tanpa menghiraukan keringat kami yang bercucuran. Gerakan demi gerakan, pekikan demi pekikan telah kami lalui. Dia semakin cepat menggerakkan pantatnya. Aku menjambak rambutnya dan membenamkan kepalaku ke dadanya, betisku segera menjepit erat pahanya. Badanku menggelepar-gelepar, kepalaku menggeleng ke kiri dan ke kanan, tanganku semakin kuat menjambak rambutnya dan menekan kepalanya lebih keras lagi. Dia pun semakin agresif memberikan kenikmatan kepada aku yang tidak henti-hentinya menggelinjang sambil mengerang. “Aaahh.. Ssshh.. Ssshh” Gerakan tubuhku semakin liar. “Ouoohh nikmatnyaa.. Inez ingin segera sampai..” Dia juga merasa ada sesuatu yang mendesak-desak di dalam kontolnya ingin keluar. “Ouuwww..!” Dia mengangkat pantatnya, berhenti sejenak mengencangkan ototnya dan segera menghunjamkan kontolnya keras-keras ke dalam memekku. Tubuhku mengejang dan jepitan kaki kuperketat, pinggulku naik menjambut kontolnya. Sejenak kemudian memancarlah pejunya di dalam memekku, diiringi oleh jeritan tertahan dari mulut kami berdua. “Awww.. Aduuh.. Hggkk” Kami pun terkulai lemas dan tidak berapa lama sudah tidak ada suara apapun di dalam kamar. Tangannya memeluk erat tubuhku dengan mesra. lemes banget badanku setelah melalui percumbuan yang sangat panjang, tapi nikmatnya juga bangetz.
Deket mejaku ada seorang lelaki, yang pasti bukan abege dan belon om2, kutaksir umurnya 30an, ganteng, kumisan dan atletis badannya, tipeku bangetz. Sodaraku berbisik, "Nez tu ada cowok keren banget". "Mana", tanyaku. "Seblah kanan rada kedepan, dia lagi ngliatin kita". Aku menatap kearah yang ditunjukkan Santi, sodaraku itu. Si abang, sebut ja demikian, juga lagi menatap kearah kami, tatapanku amprokan dengan tatapan matanya, dia ngangguk, akupun ngangguk dan senyum. "Ganteng banget San". "Iya, aku suka banget ngeliat dia", Santipun menatap wajah si abang dan senyum, dibales senyum juga. Waktu Santi ke toliet, si abang nyamperin mejaku dan kenalan, dia nanya siapa yang bareng aku, aku bilang Santi, dia minta nomer hape Santi, wah rupanya matanya dah kelilipan bodinya Santi. aku kasi ja no hapeku, dan dia pamit duluan karena dah beres makannya. Ketika Santi balik dia kecewa karena si abang dah pergi. Aku bilang, "Di mal kan banyak lelaki ganteng yang bakalan kelilipan bodi kamu kan, satu pergi dateng seribu". "Bisa ja kamu Nez". Peristiwa itu berlalu begitu aja.
Sampe satu waktu d hapeku ada message, "San, ini aku yang ketemu di mal waktu itu, yang di foodcourt itu". "Wah dari si abang rupanya". "Wah abang, pa kabar, Santi tunggu2 kok gak da kabarnya, baru skarang ada kabar, sibuk banget ya bang". Aku nyaru jadi Santi aja. "Ketemuan lagi yuk San, berdua aja". "Dimana bang". "Di mal, di foodcourt ja, sore jam ... (dia menyebutkan waktunya), bisa kan". "Bisa bang". "aku pake (dia nyebutkan warna pakeannya)". Sampe di foodcourt, dia belon dateng, aku duduk di meja yang strategis yang pandangannya bisa kemana2, tak lama datenglah lelaki dengan pakean yang disebutkan tadi. aku bangun dan menyambutnya. "Santinya mana", tampak da kekecewaan diwajahnya, kok aku yang nongol. "Santi dadakan sakit perut bang, diare kayanya, makanya dia nyuru aku nemuin abang, takut abang kecewa". "O gitu ya, gak apa deh, kamu bisa nemenin aku". "Kalo gak bisa, Inez ya gak kemari lah bang". "Kita makan dulu yuk". "ayuk", jawabku. kita brosing makanan, pesen kesukaan masing2, ketika aku mo bayar makananku, si abang yang bayarin duluan.
“Lama juga ya cap cay-nya. Hhh!” keluhnya karena pesanannya gak dateng2 sedang pesananku udah. “Sabar saja bang, maklum malming gini pengunjungnya banyak”. Tidak berapa lama pesanannya datang. Dia menambahkan lada putih ke dalam capcaynya. Setelah itu dia masih minta cabe rawit beberapa butir pada pelayan. aku tersenyum kecil. “Biasanya orang yang kuat makan pedas nafsunya gede,” komentarku. dia hampir tersedak mendengar candaanku. Namun kemudian dia menguasai diri, dia minum air putih dan menjawab, “Kalau ada sambal atau cabe memang nafsu makan jadi kuat”. aku tertawa tertahan. Dia tersenyum sambil memandang deretan gigiku yang rapi dan gingsulku kelihatan. Dia membalas godaanku tadi,”Orang yang giginya gingsul kudengar juga gede nafsunya”. Gingsul itu gigi tarning yang letaknya lebi kedepan dari deretan gigi laennya, kaya bintang sinetron Chelsi olivia gitulah, ato bintang jepang banyakan juga gingsul. Aku gak mo kalah, "Kalo gitu abang pasti cewek dan ttm nya banyak". "Napa gitu". "Kan napsu makan dan napsu laennya gede". Dia tertawa. "sama dong, kamu pasti gak pena puas cuma ma 1 lelaki kan". Guyonan vulgar gitu mencairkan suasana, kami jadi lebi akrab, gak nampak kekecewaan diwajahnya karena yang dateng bukan santi. "Kok skarang malming Inez gak ma cowoknya, malah becanda ma aku". "Kan demi abang biar abang gak kecewa". "Gak tersalurkan ma cowoknya dong malem ini". "Panya yang disalurkan bang, sembako?" "he he, kura2 dalam perahu". "Mana ada kura2 disimpen di perahu bang", aku belaga pilon ja. "kan gingsul". "kok?" "iya kan kalo prempuan gingsul napsunya gede, trus malming gak ketemu cowoknya, jadi gak tersalurkan dong napsunya". "Kan ada abang", sengaja aku to the point ja menyatakan kalo aku suka ma dia, "cocok kan penggemar cabe ketemu ma gigi gingsul, sama2 napsu gede". tertawanya berderai. "Bisa aja kamu, mangnya kamu mau ma aku". "Bangetz, sejak pertama kali ketemu Inez dah suka liat abang, tipe inez bangetz". "Masak si". "iya, Inez tu seukanya lelaki dewasa kaya abang, macho". Aku makin to the point aja, "Palagi kalo napsunya gede, he he". Dia tertawa juga. "abang suka gak ma prempuan kaya Inez", aku uber dia terus. "Suka juga, kamu cantik, proporsional lagi bodinya". "Tapi kan gak semok kaya Santi bang". "iya Santi napsuin, kamu juga kok, imut tapi napsuin juga". Wah dia dah to the point juga. "Mau dong abang gantiin cowok Inez". "Hm gimana ya, gak enak lah nyrobot cewek orang laen". "Gak apa kok bang, cowok Inez juga klayapan tau kemana, makanya bisa ktemuan ma abang, semua ada hikmahnya". "Tadi bilangnya demi aku". "iya demi abang dan demikian", candaku. Dia tertawa lagi. "Kamu asik juga ya Nez orangnya". "asik apanya bang". "Ya asik diajak bertemen, gak tau asik gak diajak bercinta". "Wah, gawat". "Kok gawat si". "abang to the point jadi pengen neh Inez, hayo abang tanggung jawab lo". "Pengen paan". "pengen nonton", aku tertawa. "Yuk kita nonton, kamu beneran kan gak da cowoknya malem ini". aku menggangguk.
Dia menggandengku menuju ke cinema yang ada di mal, kami milih filmnya, "inez ikut abang ja deh nonton yang mana". Dia milih film percintaan. "biar jadi mood bercinta ya Nez". "abang mo bercinta ma Inez ya". "Kalo kamu mau". "Mau bang". Kami masuk ke gedung, bole milih tempat duduk bebas, dia milih yang agak disudut seblah atas, ternyata setelah filmnya maen, yang nonton gak banyak, jadi kami terpisah dari pnonton yang laen. "Inez sering ya bercinta ma cowoknya". Aku cuma ngangguk. "Dimana maennya". "ditempat kok Inez, kadan dirumah dia kalo sepi, kadang di motel kalo pengen all nite". "Mangnya kalo allnite maennya brapa kali". "Kalo dah lama gak maen, dia bisa 4 kali bang". "wah lemes dong". "bangetz bang, tapi nikmatnya juga bangetz. abang kuat brapa kali maennya bang". "ya segitu itu". "Wah asik dong, bisa abis2an tu maennya ampe lemes". Dia memeluk pundaku, mukaku diarahkan kemukanya dan dengan lembut dia mencium bibirku. Lidahnya segera menerobos mulutku dan membelit lidahku. Sementara lidah kami saling bergelut, tangannya milai mengelus2 toketku. "Kecil ya bang", kataku setelah bibirnya melepas bibirku, dia meremes toketku sambil mencium telingaku, sampe aku menggelinjang. "Segini mah gak kecil, proporsioanl, jadi gemes ni". "Kalo gemes ya ditemes2 trus ja bang". "Kamu enak ya diremes gini". "Suka ja bang". Dia mencium bibirku lagi. Dia memegang tanganku dan meletakkannya diselangkangannya. terasa ada sesuatu yang keras banget dibalik clananya. "Bang ngacengnya keras banget, cabenya dah kerja ya". Dia gak menjawab malah meremas2 toketku lagi. aku elus2 tonjolan keras diselangkangannya. "diremes dong Nez". Aku meremes sebisanya, terasa besar tonjolan itu. "Abang punya besar ya". "besaran mana ma punya cowok kamu". "besaran abang punya deh". "Mo ngrasain?" "Bangetz bang". Dia mengelus selangkanganku, aku mengangkangkan pahaku, gak bisa lebar2 karena terhalang kursi, aku duduk rada selonjor, biar pahaku bisa lebi lebar ngangkangnya. Memekku jadi gatel dielus kasar dari luar clanaku gitu. "dah basah ya Nez". Aku ngangguk, "Inez dah pengen bang". "Bener kan prempuan gingsul napsunya gede". "Abang..." lenguhku manja sambil merems tonjolan di slangakngannya dengan keras. Gak lama kemudian film usai, lampu menyala. Segera kami memisahkan diri, bangkit dari tempat duduk dan kluar beriringan dengan penonton laen.
“aku anterin pulang ya, ujan lagi". Saat itu ujan deres. "Kamu tinggal dimana". "Di kos bang". "Gak bebas dong". "bebas kok, Inez tinggal sendiri". "Mahal tu". "Kan dibayarin cowok Inez bang". Kami berlari-lari di pelataran parkir menuju ke mobilnya. Dia membuka pintu depan sebelah kiri setelah mematikan alarm mobilnya, aku masuk dan diapun segera masuk, baju kami basah karena hujan yang deres gitu. "Dingin ya Nez, gak usah pasang Ac deh ya". "ya bang". "Ntar pilek lagi". Tempat kos ku kebetluan gak jauh dari mal, sehingga kami gak lama di mobilnya. Mobilnya parkir persis didepan kamar kosku, segera aku membuka pintu mobil dan berlari menembus ujan ke depan kamarku, diapun menyusul. "Basah semuanya bang, ntar dikeringin deh pake hair dryer". "Kamar kamu gede banget Nez, ada ruang tamunya lagi". Memang kamar kosku lumayan gede, furnitur lengkap, pake Ac lagi, bayarannya juga lumayan mahal, gak peduli aku toh cowokku yang bayarin semuanya. Ada ruang tamu merangkap ruang makan dan pantri, dan kamar tidur + kamar mandinya. Aku segera mengambil handuk dan hair dryer untu si abang, aku pun masuk ke kamar mandi, melepaskan semua yang menempel dibadanku dan menggantinya dengan kaus dan celana pendek longgar. aku melap rambutku yang basah dan kukeringkan dengan hiar dryer satu lagi biar gak pusing.
Aku keluar dari kamar sambil membawa kaosku yang paling gede ukurannya, dia duduk di sofa sambil melap rambutnya yang basah, "Kok gak di hairdryer bang". "Gak usah, pake anduk ja cukup kok". "Bajunya basah semuanya tu bang. Ganti ma kaos Inez ja ya, iar gak masuk angin, gak tau cukup gak. Kalo celena pendek gak da yang ukuran abang". Dia melepas bajunya didepanku, aku suka banget melihat dadana yang bidang, samar keliatan muali terbentuk sixpack diperutnya. "Wah abang sering fitness ya, ada sixpacknya gitu, sexy banget deh bang". Baeknya bajuku muat walaupun rada ketat untuknya. "celananya basah bang, dilepas ja, pake daleman kan". Dia senyum dan beneran melepas celananya. Tampak tonjolan besar di selangkangannya yang sekarang cuma tertutup cd. Dia memperhatikan toketku yang tetap terlihat membusung di balik kaus longgarku. “Minumannya sebentar lagi ya. Airnya lagi dimasak. Termosnya pas kosong. Mau minum apa bang?” Dia terkejut, kelamaan memperhatikan toketku. “Ahh.. E.. E. Eeh. Susu.. Eh.. Teh susu,” sambil tergagap kata-katanya keluar begitu saja. Namun disaat terakhir dia masih tetap bisa menguasai dirinya. “Teh saja atau kopi. Susunya habis. Sorry,” aku tersenyum melihatnya terbata-bata kemudian menuju ke pantri menyiapkan segelas teh panas. Aku duduk di depannya. Dia menyeruput tehnya yang masi panas. "Manis gak bang". "manis, kaya yang buat". Aku mencibirkan bibirku. “Jadi gak kita mau adu kekuatan cabe dengan gingsul?” tanyanya dengan bergurau.
Aku segera pindah kesebelahnya di sofa dan merapatkan kepalaku di dadanya. Diciumnya pipiku dan aku mulai membuka kancing bajunya. “Di kamar Inez aja yuk bang”. "Dah gak nahan ya gingsulnya". Aku memejamkan mata. bibirnya kembali memagut bibirku yang merekah. Lidahnya menerobos lagi ke mulutku dan menggelitik lidahku. Aku menggeliat dan membalas ciumannya dengan meliukkan lidahku yang langsung dihisapnya. Tangannya mulai menari di atas dadaku. Diremasnya toketku yang sudah mengeras. Jarinya terus menjalar mulai dari dada, perut terus ke bawah hingga pangkal pahanya, masi dari luar pakeanku. Aku makin menggeliat kegelian. Lidahnya sudah beraksi di lubang telingaku dan giginya menggigit daun telingaku. Pelukan dilepas dan dia bergerak berputar ke belakangku. Tangannya mendekap dadaku. Rambutku diciumnya. Mulutnya menggigit tengkukku. Badanku mulai menghangat. Bibir dan hidungnya makin lancar menyelusuri kepala dan leherku. Aku makin menggelinjang apalagi waktu tangannya meremas toketku yang masih tertutup baju kaus itu dari belakang. Diletakkannya mukanya dibahuku dan disapukan napasnya di telingaku. Aku menjerit kecil menahan geli tapi malah menikmati.
Aku dipeluknya dari belakang, kami berdiri sambil pelukan dan berjalan beriringan ke arah kamarku. Tanganku ke belakang dan meremas isi cdnya yang mulai memberontak. Setelah masuk ke dalam kamar dilepaskannya pelukannya. Aku mematikan lampu besar dan mengantinya dengan lampu tidur. ranjang yang besar telah menanti kami. Dia merendahkan badan dan mulai mencium dan menggigit pinggulku. Aku mendongakkan kepala dan berdesis lirih. Dia dibelakangku berlutut dengan meneruskan aksi tangannya ke betisku, sementara bibirnya masih bergerilya di lipatan lutut belakangku. Aku merentangkan kedua kakiku dan bergetar meliuk-liuk. Diciumnya pahaku dan diberikan gigitan kecil. Aku makin meliukkan badannya, napasku mulai memburu. Pada saat aku sedang menggeliat, dihentikannya ciumannya di lututku dan dia berdiri di hadapanku. Diusapnya pantat dan pinggulku. Kembali aku berdesis pelan. Dengan cepat langsung disapukannya bibirnya ke leherku dan ditarik pelan-pelan ke bawah sambil menciumi dan menjilati leher mulusku. Aku semakin merepatkan tubuhku ke dadanya. Dengan sebuah tarikan pelan aku melepas kaosnya. Kuusap-usapnya dadanya dan kemudian pentilnya kumainkan dengan jari. Diciumnya bibirku, aku membalas dengan lembut. Lumatannya mulai berubah menjadi lumatan ganas. Ia melepaskan ciumannya.
Dia menyingkapkan kausku. Aku mengangkat kedua tanganku. Dengan mudah dibukanya kaosku. Kini tangannya membuka celana pendekku. Kini kami tinggal mengenalan pakaian dalam saja. Bra dan celana dalamku berwarna krem berpadu dengan kulitnya yang sawo matang. Braku memang tidak penuh menutupi toketku sehingga dapat terlihat lingkaran kemerahan di sekitar pentilku. Cdku dari bahan sutra transparan sehingga padang rumput di bawah perutku terihat membayang. “Eehhngng, ..” aku mendesah ketika leherku dijilatinya. Kulihat ia melirik bayangan kami di cermin dilemari yang besar. Dia mendorongku ke ranjang dan menindih tubuhku. Tangannya bergerak punggungku membuka pengait braku. Disusurinya bahuku dan dilepasnya tali braku bergantian. Toketku yang imut dan kencang dihiasi pentil berwarna coklat kemerahan dan sangat keras. Digesek-gesekkannya dadanya ke pentilku. Bibirnya yang agak tebal dengan lincah menyusuri wajah, bibir dan leherku. Dia mendorong lidahnya jauh ke dalam rongga mulutku kemudian memainkan lidahku dengan menggelitik dan memilinnya. Aku hanya sekedar mengimbangi. Sesekali gantian lidahku yang mendorong lidahnya. Tangan kanannya memilin pentilku serta meremas toketku.
Aku menggeserkan tubuhku ke arah bagian atas tubuhnyasehingga toketku tepat berada di depan mukanya. Segera dilumat nya toketku dengan mulutnya. Pentilku diisap pelan dan dijilati. “Aaacchh, Ayo bang.. Lagi.. Teruskan”. aku mulai melenguh keenakan. Kontolnya terasa semakin mengeras. Disedotnya toketku sehingga semuanya masuk ke dalam mulutnya, dihisap pelan namun dalam, pentilku dijilat dan dimainkan dengan lidahnya. Dadaku bergerak kembang kempis dengan cepat, detak jantungku juga meningkat, pertanda nafsuku mulai naik. Tanganku menyusup di balik cdnya, kemudian mengelus, meremas dan mengocoknya dengan lembut. Pantatnya dinaikkan dan dengan sekali tarikan, maka cdnya sudah terlepas. Kini dia sudah dalam keadaan polos tanpa selembar benang. Bibirnya mengarah ke leherku, mengecup, menjilatinya kemudian menggigit daun telingaku. Napasnya dihembuskannya ke dalam lubang telingaku. Kini dia mulai menjilati pentilku. Aku semakin terbuai. Kugigit bibir bawahku untuk menahan rangsangan ini. Kupegang pinggangnya erat-erat.
Tangannya kemudian bergerak membuka cdku dan melemparkannya begitu saja. Jembutku tidaklah lebat dan kupotong pendek. Sementara ibu jarinya mengusap dan membuka bibirmemekku, maka jari tengahnya masuk sekitar satu ruas ke dalam lubang memekku . Diuusap dan ditekannya bagian depan dinding memekku dan jarinya sudah menemukan sebuah tonjolan daging seperti kacang. Setiapkali dia memberikan tekanan dan kemudian mengusapnya aku mendesis, “Huuhh.. Aaauhh.. Engngnggnghhk”. Ia melepaskan tangannya dari selangkanganku. Tanganku kembali diarahkan ke kontolnya, bibirku terus menyusuri perutnya, semakin ke bawah. Aku memandang sebentar kepala kontolnya yang lebih besar dari batangnya dan kemudian kukecup. Belum kukulum, hanya mengecup dan menggesekkan hidungku pada batang kontolnya dan dua buah bola yang menggantung di bawahnya. Dia hanya menahan napas setiap aku mengecupnya.
Aku kembali bergerak ke atas, tanganku masih memegang dan mengusap kontolnya yang telah berdiri tegak. Dia menggulingkan badannya sehingga berada di atasku. Kembali kami berciuman. toketku diremas dan pentilnya dipilin dengan jarinya sehingga aku mendesis perlahan dengan suara di dalam hidungnya. “SShh.. Ssshh.. Ngghh..” Perlahan lahan dia menurunkan pantatnya sambil memutar-mutarkannya. Kepala kontolnya kupegang, ,kemudian kugesek-gesekkan di mulut memekku. Terasa basah banget.
Aku mengarahkan kontolnya untuk masuk ke dalam memekku. Ketika sudah menyentuh lubang memekku, dia menekan pantatnya perlahan. tapi belum bisa masuk. Aku merenggangkan kedua pahaku dan pantat kuangkat sedikit. Kepala kontolnya sudah mulai menyusup di bibir memekku. Digesek-gesekkannya di bibir luarnya sampai terasa keras sekali dan ditekan lagi. Aku merintih dan memohon agar dia segera memasukkannya sampai amblas.
“Ayolah bang tekan.. Dorong sekarang. Ayo". Dia mencoba untuk memasukkannya lagi, masih dengan bantuan tangannya, dan Blleessh. setengah batang kontolnya sudah tertelan dalam memekku. “Ouhh.. bang,” desahku setengah berteriak. Dia bergerak naik turun. Kadang gerakan pantatnya dibuat naik turun dan memutar sambil menunggu posisi dan waktu yang tepat. Aku mengimbangi dengan gerakan memutar pada pinggulku. Ketika dirasakan gerakannya sudah lancar, maka dipercepat gerakannya. aku menggeleng dan menahan pantatnya, kemudian mengatur gerakan pantatnya dalam tempo sangat pelan. Untuk meningkatkan kenikmatan maka meskipun pelan namun setiap gerakan pantatnya selalu penuh dan bertenaga. Akibatnya maka keringatpun mulai menitik di pori-porinya. “Bang. Ouhh.. Nikmat.. Ooouuhh. Abang memang betul-betul perkasa” desisku sambil menciumi lehernya.
Kini kedua kaki kurapatkan dan dijepit dengan kedua kakinya. Kontolnya hampir-hampir tidak bisa bergerak dalam posisi ini. Tidak ada kontraksi otot memekku namun dia merasa memekku sangat sempit menjepit kontolnya. Dia menggulingkan badan lagi sampai aku menindihnya. Kakiku keluar dari jepitan kakinya dan kembali aku yang menjepit pahanya. Dalam posisi ini gerakan naik turunku menjadi bebas. Kembali dia dalam posisi pasif, hanya mengimbangi dengan gerakan melawan gerakan pinggul dan pantatku. Tanganku menekan dadanya. Dicium dan diremasnya toketku yang menggantung. Kepalaku terangkat dan tangannya menarik rambutku kebelakang sehingga kepalaku semakin terangkat. Setelah dia menjilat dan mengecup leherku, maka kepalaku turun kembali dan bibirku mencari-cari bibirnya. Dia menyambut mulutku dengan satu ciuman yang dalam dan lama.
Aku mengatur gerakanku dengan tempo pelan namun sangat intens. Pantat kuturunkan sampai menekan pahanya sehingga kontolnya terbenam dalam-dalam sampai kurasakan menyentuh dinding rahimku. Ketika kontolnya menyentuh rahimku, aku semakin menekan pantatku sehingga tubuh kamipun semakin merapat. Aku menegakkan tubuh sehingga dalam posisi duduk setengah jongkok di atas selangkangannya. Aku kemudian menggerakkan pantatku maju mundur sambil menekan kebawah sehingga kontolnya tertelan dan bergerak ke arah perutnya. Semakin lama-semakin cepat aku mengerakkan pantatku. “Ouhh.. Ssshh.. Akhh!” Desisankupun semakin sering. Aku dah hampir nyampe rasanya. Kontolnya dikeraskan dengan menahan napas dan mengencangkan otot antara biji peler dan anusnya seolah-olah menahan kencing. Aku kembali merebahkan tubuhku ke atas tubuhnya, mataku berkejap-kejap dan bola mataku memutih.
Gigiku menggigit bibir bawahku kuat-kuat. Akupun merasa tak tahan lagi dan, "Bang .. Sekarang say.. Hhhuuaahh!” aku memekik kecil. Pantatku menekan kuat sekali di atas pahanya. Dinding memekku berdenyut kuat menghisap kontolnya. Dia menahan tekanan pantatku dengan menaikkan pinggulnya. Bibirku menciuminya dengan pagutan-pagutan ganas dan diakhiri dengan gigitan pada dadanya. Dia memeluk tubuhku erat-erat dan ditekannya kepalaku di dadanya. Napasku yang bergemuruh kemudian disusul napas putus-putus dan setelah tarikan napas panjang aku terkulai lemas di atas tubuhnya. aku dah nyampe. Denyutan demi denyutan dari memekku kemudian melemah. Pejunya yang muncrat bebrarengan dengan klimaxku masuk dalam memekku sebagian tertumpah keluar lagi di atas pahanya. Aku berguling kesampingnya sambil tangan dan mukaku tetap berada di lehernya. Dia memberikan kecupan ringan pada bibirku, dan usapan pada pipiku.
“Terima kasih bang. Abang sungguh luar biasa. Perkasa dan romantis". Kami masih berpelukan sampai keringat kami mengering. Setelah mandi dan hendak mengenakan pakaian, aku menahan tangannya yang sudah memegang celana dalam. “Abang tidur disini saja malam ini. Inez.. masih..”, aku tersipu-sipu dan tidak melanjutkan perkataanku. Malam itu kami tidur dengan telanjang dan berpelukan ditutup selimut ditemani dengan suara rintikan hujan.
Aku tidak tahu sudah tidur berapa lama ketika kurasakan sebuah lengan melingkar di pinggangku. Aku membuka mata mengambil arloji di atas kepalaku dan melihat sebentar. “Hmm.. Baru jam satu, tidur lagi yuk!” kataku sambil memejamkan mata dan tangannya memelukku kembali. Diciumnya ketiakku dan digelitikin pinggangku. Aku menguap dan meregangkan badan. “Ooahh, abang emang..!” Tangannya menangkap tanganku. Didaratkan sebuah ciuman pada bibirku. Aku mengelak dan berdiri berjalan ke arah kulkas di dalam kamarku. Mengambil air putih, meminum dan mengangsurkannya kepadanya. Dia duduk, menyambut dan menghabiskan sisa air dalam gelas tadi. Aku masih berdiri dalam keadaan telanjang. Dia mengamat-amati tubuhku, "kamu sexy sekali nes kalo bugil gitu". "semua prempuan juga sexy kalo telbul bang". Aku duduk dipinggir ranjang, dia bangun dan memelukku. Bibirnya mendarat di bibirku. Kali ini ia menciumiku dengan ganasnya. Akupun membalas dengan tak kalah ganasnya. Dia meremas toketku dengan keras. Ia mendorongku dan beberapa saat kemudian kami sudah bergulingan di atas ranjang besar yang empuk. Dia menindih dan menjelajahi sekujur tubuhku. Aku menggeliat-geliat hebat dan mengerang. Dari dada, lidahnya pindah ke samping menyusuri pinggul dan pinggangku, ke arah perut dan pahaku. Aku meronta hebat penuh kenikmatan sewaktu tangannya memainkan pentilku. Tangannya ditempelkan di bibir memekku. “Baaang.. nikmat bangetz!” pekikku. Bibirku naik ke leherku lagi dan menjilatinya. Elusan tangannya pada pinggang membuat aku ia meronta kegelian. Dia menghentikan elusannya dan tangannya meremas lembut toketku dari pangkal kemudian ke arah pentil. Dimainkan jemarinya dari bagian bawah, melingkari gundukannya dengan usapan ringan kemudian menuju ke arah pentilku. Sampai batas pentil sebelum menyentuhnya, dia menghentikannya dan kembali mulai lagi dari bagian bawah.
Dia menggantikan jari dengan bibirnya, tetap dengan cara yang sama disusuri toketku tanpa berusaha mengenai pentilku. Kini aku bergerak tidak karuan. Semakin bergerak semakin bergoyang toketku dan membuat jilatannya makin ganas mengitari gundukan mulus itu. Setelah sebuah gigitan dia berikan di belahan toketku, bibirnya diarahkan ke pentilku, tapi dijilatnya dulu daerah sekitarnya yang berwarna merah sehingga membikin aku penasaran dan gemas. “Bang.. Jangan dimaenkan gitu dong.. Isep cepetan yang,” pintaku. Dia masih ingin mempermainkan gairahku dengan sekali jilatan halus di pentilku yang makin mengeras itu. Aku mendorong toketku ke mulutnya, sehingga pentilnya langsung masuk, dan mulailah dia kulum, digigit kecil serta dijilat bergantian. Tangannya berpindah dari pinggang ke memekku yang kini menjadi basah.
Jari tengah kirinya dimasukkan ke dalam memekku dan tidak lama sudah menekan apa yang dicarinya. Lumatan bibirnya di pentilku makin ganas. Aku berusaha mengulingkan badannya tetapi ditahannya. “Aaagh..”, aku memekik-mekik. Diciuminya lagi bibir dan leherku. Kontolnya makin membesar dan mengganjal di atas perutku. Diangkatnya pantatnya sedikit dan akupun mengerti apa yang harus kulakukan. Kukocok kontolnya sampai keras sekali dan kukangkangkan pahaku lebar-lebar. Diarahkannya kontolnya ke memekku dan “Masukin bang...Cepaat!,” pintaku sambil semakin melebarkan pahaku. Didorongnya kontolnya memasuki memekku, digerakkannya kontolnya pelan-pelan dan semakin lama semakin cepat. Memekku makin lembab, namun tidak sampai becek. Akulangsung mengerang hebat merasakan hunjaman kontolnya yang keras dan bertubi-tubi. Tanganku mencengkeram pinggulnya. Gerakan maju-mundurnya kuimbangi dengan memutar-mutarkan pinggulku, semakin lama gerakan kami semakin cepat. Aku semakin sering memekik dan mengerang. Tanganku kadang memukul-mukul punggungnya. Kepalaku mendongak ketika dia menarik rambutku dengan kasar dan kemudian dikecupnya leherku dan digigitnya bahuku.
Setelah beberapa lama aku minta untuk di atas. Dengan cepat kami berguling. Tak berapa lama kemudian kontolnya sudah terbenam di liang memekku. aku menaikturunkan pantatku dengan posisi jongkok. Aku seperti penunggang kuda yang sedang memacu kudanya dalam lembah kenikmatan mendaki menuju puncak. Tubuhku naik turun dengan cepat dan dia mengimbangi dengan putaran pinggulnya, sementara toketku yang tegak menantang diremas-remas dengan tangannya. Gerakan kami makin cepat, eranganku makin hebat. Dia duduk dan memeluk pinggangku. Kami berciuman dalam posisi aku duduk berhadapan di pangkuannya. Dia bebas mengeksplorasi tubuhku dengan tangan dan bibirnya.“Aaagghh.. bang..,” teriakku. Dia membalikkan tubuhku kebawah dan langsung digenjot dengan tempo tinggi dan menghentak-hentak. Nafas kami semakin memburu. Dia mengganti pola gerakan. Dia cabut kontolnya trus dimasukkan kembali setengahnya. Demikianlah dia lakukan berulang-ulang sampai beberapa hitungan dan kemudian dihempaskannya pantatnya dalam-dalam. Aku setengah terpejam sambil mulutku tidak henti-hentinya mengeluarkan desahan seperti orang yang kepedasan. Pinggulku tidak berhenti bergoyang dan berputar semakin menambah kenikmatan. Lubang memekku yang memang sempit ditambah dengan gerakan memutar dari pinggulku membuat dia semakin bernafsu. Ketika dihunjamkannya seluruh kontolnya ke dalam memekku, aku pun menjerit tertahan dan wajahku mendongak. Dia menurunkan tempo dengan membiarkan kontolnya tertanam di dalam memekku tanpa menggerakkannya. Dia mencoba memainkan otot kontolnya. Terasa kontolnya mendesak dinding memekku dan sedetik kemudian ketika dia melepaskan kontraksinya, kurasakan memekku meremas kontolnya. Demikian saling berganti-ganti. Permainan kami sudah berlangsung beberapa saat. Kedua kakiku diangkat dan ditumpangkan di pundaknya. Dengan setengah berdiri di atas lutut dia menggenjotku. Kakiku diusap dan diciumnya lipatan lututku. Aku mengerang dan merintih-rintih. Dia memberi isyarat kepadanya untuk menutup permainan ini. Akupun mengangguk.
Kamipun berpelukan dan bergerak liar tanpa menghiraukan keringat kami yang bercucuran. Gerakan demi gerakan, pekikan demi pekikan telah kami lalui. Dia semakin cepat menggerakkan pantatnya. Aku menjambak rambutnya dan membenamkan kepalaku ke dadanya, betisku segera menjepit erat pahanya. Badanku menggelepar-gelepar, kepalaku menggeleng ke kiri dan ke kanan, tanganku semakin kuat menjambak rambutnya dan menekan kepalanya lebih keras lagi. Dia pun semakin agresif memberikan kenikmatan kepada aku yang tidak henti-hentinya menggelinjang sambil mengerang. “Aaahh.. Ssshh.. Ssshh” Gerakan tubuhku semakin liar. “Ouoohh nikmatnyaa.. Inez ingin segera sampai..” Dia juga merasa ada sesuatu yang mendesak-desak di dalam kontolnya ingin keluar. “Ouuwww..!” Dia mengangkat pantatnya, berhenti sejenak mengencangkan ototnya dan segera menghunjamkan kontolnya keras-keras ke dalam memekku. Tubuhku mengejang dan jepitan kaki kuperketat, pinggulku naik menjambut kontolnya. Sejenak kemudian memancarlah pejunya di dalam memekku, diiringi oleh jeritan tertahan dari mulut kami berdua. “Awww.. Aduuh.. Hggkk” Kami pun terkulai lemas dan tidak berapa lama sudah tidak ada suara apapun di dalam kamar. Tangannya memeluk erat tubuhku dengan mesra. lemes banget badanku setelah melalui percumbuan yang sangat panjang, tapi nikmatnya juga bangetz.